Dalam kehidupan bernegara, setiap warga tentu akan dihadapkan pada kebijakan-kebijakan pemerintah, termasuk dalam urusan perpajakan. Sebagian umat Islam mungkin merasa ragu atau bertanya-tanya tentang bagaimana menyikapi kewajiban pajak: apakah wajib, mubah, atau justru haram? Ustadz Khalid Basalamah dalam sebuah ceramah singkatnya membahas secara ringkas tetapi padat mengenai hal ini, disertai dasar dari Al-Qur’an dan Hadis.
Ringkasan Ceramah: Pajak dalam Kacamata Islam
Dalam video singkat tersebut, Ustadz Khalid Basalamah menjelaskan bahwa pajak (dalam bahasa Arab: maksur atau mukus) pada asalnya dalam Islam tidaklah diberlakukan kepada umat Muslim seperti zakat. Zakat adalah kewajiban syar’i yang diatur oleh Allah dalam Al-Qur’an, dengan kadar dan penerima yang jelas. Sementara pajak adalah kewajiban yang dibuat oleh pemerintah sebagai bagian dari pengelolaan negara.
Namun, dalam konteks kenegaraan modern di mana sistem negara membutuhkan dana untuk membiayai pembangunan, keamanan, dan pelayanan publik, maka umat Islam tidak diperkenankan serta-merta menolaknya, terlebih jika peraturan tersebut berlaku secara adil untuk seluruh warga.
Ustadz Khalid menegaskan, bahwa selama tidak terdapat unsur kezaliman, riba, atau pungutan yang membebani satu golongan tertentu secara tidak adil, maka umat Islam tetap dituntut untuk taat kepada aturan penguasa (ulil amri).
Ketaatan kepada Ulil Amri dalam Islam
Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.”
(QS. An-Nisa: 59)
Ayat ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada penguasa adalah bagian dari keimanan, selama perintah itu tidak bertentangan dengan syariat Islam. Maka jika pemerintah membuat kebijakan perpajakan yang tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, maka umat wajib menaati peraturan tersebut.
Namun, jika pajak dijadikan alat untuk menindas, merampas, atau memaksa rakyat secara zalim, maka rakyat punya hak untuk menyampaikan aspirasi dan kritik yang dibenarkan secara syar’i dan hukum yang berlaku.
Perbedaan Pajak dan Zakat
- Zakat adalah ibadah yang diwajibkan langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an, memiliki nisab, haul, dan penerima yang jelas.
- Pajak adalah bentuk kontribusi keuangan dari warga kepada negara yang diatur oleh undang-undang dan diperuntukkan bagi kepentingan umum.
Ulama membolehkan pajak dalam keadaan darurat atau jika negara benar-benar membutuhkannya untuk kesejahteraan rakyat. Dalam konteks Indonesia yang mayoritas Muslim, maka perlu ditekankan pentingnya akuntabilitas dan keadilan dalam pengelolaan pajak.
Menyikapi Pajak Secara Bijak
- Berniat untuk maslahat umum
Jika kita membayar pajak dengan niat membantu pembangunan jalan, rumah sakit, pendidikan, dan sebagainya, maka insya Allah ada pahala di dalamnya. - Transparansi dan Pengawasan
Sebagai warga yang peduli, umat Islam juga harus turut serta mendorong transparansi dalam penggunaan dana pajak. - Menjadi Muslim yang taat hukum
Selama pajak tidak bertentangan dengan syariat, maka membayar pajak adalah bagian dari ketaatan sosial dan kepatuhan terhadap peraturan negara. - Menghindari penipuan dan penggelapan
Islam sangat menekankan kejujuran dalam muamalah. Menghindari pajak dengan cara yang curang bisa menjadi dosa karena mengandung unsur kebohongan dan pengkhianatan terhadap amanah.
Hadis Tentang Petugas Pajak
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak (muks).”
(HR. Abu Dawud)
Hadis ini seringkali digunakan untuk menolak pajak, padahal konteksnya adalah pajak yang bersifat zalim dan tidak berdasarkan keadilan. Maka dari itu, jika negara menetapkan pajak berdasarkan undang-undang yang adil, bukan untuk memperkaya penguasa, maka tidak termasuk dalam larangan hadis ini.
Introspeksi dan Perbaikan
Sebagai umat yang baik, kita bukan hanya membayar pajak, tapi juga berhak menuntut keadilan dan pengelolaan pajak yang amanah. Oleh sebab itu, membayar pajak dengan kesadaran akan pentingnya tanggung jawab bersama adalah bentuk partisipasi dalam membangun bangsa, tentu dengan tetap mengedepankan nilai-nilai Islam.
Kesimpulan
Umat Islam tidak boleh anti terhadap aturan negara selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis. Peraturan pajak adalah bentuk kontribusi untuk membangun kesejahteraan bersama. Maka selama pajak tersebut ditetapkan dengan adil, bukan zalim, dan penggunaannya transparan, maka membayarnya termasuk bagian dari sikap taat kepada ulil amri.
Sebaliknya, pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk mengelola pajak dengan amanah, jujur, dan penuh tanggung jawab. Ustadz Khalid Basalamah mengingatkan kita semua untuk menjadi Muslim yang cerdas: taat pada Allah, Rasul, dan juga peraturan yang baik dari pemerintah.