Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali manusia merasa perlu untuk berbicara dalam berbagai situasi. Namun, Islam mengajarkan bahwa ada saat-saat di mana diam lebih baik daripada berbicara. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri, dalam ceramahnya, menjelaskan pentingnya skill diam, bagaimana kemampuan ini dapat membawa kebaikan, dan bagaimana sikap ini berlandaskan pada ajaran Al-Qur’an dan Hadis.
1. Diam sebagai Bentuk Kebijaksanaan
Islam sangat menghargai ucapan yang baik dan penuh hikmah. Namun, tidak semua pembicaraan membawa manfaat. Dalam banyak situasi, berbicara tanpa pertimbangan dapat menyebabkan fitnah, menyakiti orang lain, atau memperburuk situasi. Al-Qur’an dalam Surah Al-Baqarah (2:263) menyatakan: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).”
Ayat ini menunjukkan pentingnya menjaga lisan, dan dalam hal ini, diam bisa menjadi pilihan terbaik ketika kita tidak mampu mengucapkan kata-kata yang baik. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menekankan bahwa seorang Muslim harus memiliki kemampuan untuk menahan diri dari berbicara jika kata-kata yang akan diucapkan tidak membawa manfaat atau malah menyakiti orang lain.
2. Diam dalam Menghindari Fitnah
Salah satu bahaya terbesar dari berbicara adalah fitnah. Dalam Islam, fitnah dianggap sebagai dosa besar, bahkan lebih buruk daripada pembunuhan. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:191): “Dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan.”
Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menjelaskan bahwa dengan menjaga diam, kita dapat menghindari berbagai bentuk fitnah, gosip, dan perbuatan yang dapat menimbulkan keburukan di masyarakat. Diam menjadi perisai yang melindungi kita dari berpartisipasi dalam percakapan yang merusak.
3. Rasulullah SAW dan Contoh Diam
Rasulullah SAW adalah teladan sempurna dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam menjaga lisan. Dalam sebuah Hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya diam jika kita tidak mampu berkata-kata baik. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menekankan bahwa Rasulullah SAW sangat selektif dalam berbicara. Beliau hanya berbicara ketika diperlukan dan memastikan setiap kata yang keluar dari lisannya memiliki manfaat. Ini menjadi contoh bagi umat Muslim untuk tidak sembarangan dalam berbicara dan lebih memilih diam jika ragu.
4. Keutamaan Diam dalam Situasi Emosi
Manusia sering kali berbicara dengan penuh emosi, baik saat marah, kecewa, atau sedih. Dalam keadaan seperti ini, kemampuan untuk diam sangatlah penting. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menjelaskan bahwa berbicara dalam keadaan emosi sering kali menyebabkan kata-kata yang menyakitkan, penyesalan, atau bahkan perselisihan. Dalam Hadis, Rasulullah SAW memberikan nasihat bagi mereka yang sedang marah: “Jika salah seorang di antara kalian marah, maka hendaknya dia diam.” (HR. Ahmad)
Diam menjadi bentuk pengendalian diri yang mencegah kita melakukan hal-hal yang tidak diinginkan saat emosi. Dengan diam, kita memberikan waktu bagi diri kita untuk tenang dan berpikir lebih jernih sebelum berbicara.
5. Diam sebagai Bentuk Ibadah
Tidak hanya sebagai bentuk pengendalian diri, diam juga bisa menjadi ibadah. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menjelaskan bahwa setiap detik yang kita gunakan untuk menahan diri dari perkataan buruk dapat bernilai ibadah jika diniatkan untuk menghindari dosa dan menjaga diri dari keburukan. Dalam sebuah Hadis Qudsi, Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang diam, maka ia selamat.”
Hadis ini menunjukkan bahwa diam dapat menyelamatkan seseorang dari banyak kesalahan dan dosa yang mungkin terjadi akibat perkataan yang tidak terjaga. Oleh karena itu, diam dalam Islam bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk kekuatan dalam menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu.
6. Diam dan Tafakkur
Diam juga memberikan ruang bagi seseorang untuk merenung dan bertafakkur. Dalam kehidupan yang penuh kesibukan dan kebisingan, diam menjadi cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui perenungan. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menjelaskan bahwa diam dapat digunakan sebagai waktu untuk introspeksi diri, memikirkan kebesaran Allah, dan memperbaiki kualitas diri. Dalam Surah Al-Ghasyiyah (88:17), Allah berfirman: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan?”
Ayat ini mengajak kita untuk merenung dan berpikir, dan hal ini hanya bisa dilakukan dengan diam dan tenang. Diam menjadi jembatan bagi seseorang untuk lebih dekat kepada Allah melalui kontemplasi dan perenungan.
7. Kapan Waktu yang Tepat untuk Diam?
Meskipun diam memiliki banyak keutamaan, Ustadz Muhammad Nurul Dzikri juga mengingatkan bahwa ada waktu-waktu di mana kita harus berbicara. Diam tidak berarti pasif atau menghindari tanggung jawab. Ketika kebenaran perlu ditegakkan, seorang Muslim harus berbicara. Rasulullah SAW bersabda: “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa dalam hal dakwah atau menegakkan kebenaran, seorang Muslim tidak boleh diam. Namun, dalam situasi-situasi yang tidak membawa manfaat atau dapat menimbulkan keburukan, diam adalah pilihan yang bijaksana.
Diam adalah sebuah skill yang sangat berharga dalam Islam. Dengan diam, seorang Muslim dapat menghindari banyak dosa dan keburukan yang mungkin timbul dari perkataan yang tidak terjaga. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menekankan bahwa diam bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan dalam menahan diri dan menjaga lisan. Dengan meneladani Rasulullah SAW dan para sahabatnya, kita diajarkan untuk hanya berbicara ketika diperlukan dan memilih diam jika perkataan kita tidak membawa manfaat.
Diam juga memberikan kesempatan bagi kita untuk merenung, introspeksi, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam dunia yang penuh kebisingan, diam menjadi bentuk ibadah dan cara untuk menjaga ketenangan hati serta pikiran.