Dalam Islam, menjaga kehormatan diri merupakan bagian penting dari akhlak seorang Muslim. Salah satu tindakan yang dilarang keras dalam syariat adalah mengemis tanpa kebutuhan yang mendesak, karena perbuatan ini bisa membuka pintu kehinaan dan kemiskinan yang berkepanjangan.
Ustadz Khalid Basalamah dalam ceramah singkatnya menjelaskan bahwa mengemis adalah tindakan tercela jika dilakukan oleh orang yang mampu bekerja, bahkan bisa menjadi penyebab dibukanya pintu kemiskinan dan tertutupnya keberkahan hidup.
Larangan Mengemis dalam Al-Qur’an dan Hadis
Islam adalah agama yang sangat mendorong umatnya untuk bekerja keras, berusaha, dan menjaga kehormatan. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
(QS. An-Najm: 39)
Ayat ini menegaskan bahwa rezeki datang dari usaha, bukan dengan cara meminta-minta. Orang yang sehat dan mampu wajib mencari penghidupan yang halal dengan bekerja atau berdagang.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Barang siapa yang meminta-minta kepada manusia, padahal ia memiliki sesuatu yang mencukupi kebutuhannya, maka permintaannya itu akan menjadi goresan (luka) di wajahnya pada hari kiamat.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dalam hadis lain:
“Seseorang yang senantiasa meminta-minta kepada manusia, niscaya ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak memiliki sepotong daging pun di wajahnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ini adalah peringatan keras agar seseorang tidak menjadikan mengemis sebagai kebiasaan, apalagi jika ia mampu bekerja dan berusaha.
Mengemis Bukan Solusi, Justru Bisa Membuka Pintu Kemiskinan
Mengemis bukan hanya mengurangi harga diri, tetapi juga mematikan semangat kerja. Ketika seseorang terbiasa meminta, ia menjadi bergantung dan tidak mau berusaha lebih. Inilah yang dimaksud Ustadz Khalid Basalamah dalam video singkatnya: “Mengemis bisa membuka pintu kemiskinan.” Karena yang sebenarnya membuat orang miskin bukan keadaan, tetapi mental yang malas dan bergantung pada orang lain.
Sementara Islam justru memuliakan tangan di atas (pemberi) daripada tangan di bawah (penerima). Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”
(HR. Bukhari)
Ustadz Khalid juga mengingatkan bahwa banyak orang yang sebenarnya mampu, namun memilih untuk menempuh jalan mudah dengan mengemis. Padahal Allah telah bukakan banyak pintu rezeki bagi siapa saja yang mau bekerja, walau dengan pekerjaan sederhana sekalipun.
Islam Mendorong Kemandirian Ekonomi
Seorang Muslim diajarkan untuk mandiri secara ekonomi, bekerja dengan tangan sendiri, dan tidak bergantung kepada manusia. Dalam sejarah Islam, para sahabat Nabi pun memiliki pekerjaan—ada yang berdagang, bertani, hingga menjadi pengembala kambing.
Nabi Muhammad ﷺ sendiri pernah berdagang sejak muda dan bahkan menggembala kambing. Ini menunjukkan bahwa tidak ada pekerjaan yang hina selama halal dan tidak merugikan orang lain.
Allah ﷻ berfirman:
“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
(QS. Al-Jumu’ah: 10)
Ayat ini menjadi motivasi agar setiap Muslim giat bekerja setelah menjalankan ibadah. Ibadah dan kerja harus berjalan seimbang.
Ketika Seseorang Benar-Benar Tidak Mampu
Tentu ada kondisi di mana seseorang memang benar-benar tidak mampu, misalnya karena sakit parah, cacat fisik, usia lanjut, atau bencana. Dalam kondisi ini, Islam membolehkan menerima sedekah atau zakat, bahkan menganjurkan umat Muslim lainnya untuk membantu mereka.
Namun, hal ini berbeda dengan orang yang berpura-pura miskin, atau mengemis padahal sebenarnya mampu. Rasulullah ﷺ menyebut mereka sebagai pendusta dan termasuk golongan yang tidak disukai Allah.
Penutup
Mengemis tanpa kebutuhan mendesak adalah perbuatan tercela dalam Islam. Hal ini bukan hanya merusak harga diri, tetapi juga dapat membuka pintu kemiskinan dan menutup keberkahan hidup. Ustadz Khalid Basalamah mengingatkan bahwa Allah telah membuka berbagai pintu rezeki, dan seorang Muslim seharusnya menyambutnya dengan usaha dan kerja keras.
Oleh karena itu, jadilah hamba yang mulia di hadapan Allah dan manusia dengan menjaga kehormatan diri, tidak meminta-minta, serta percaya bahwa rezeki ada pada usaha, bukan pada belas kasihan orang lain.