Jangan Sombong dengan Ilmu yang Kita Miliki

lmu adalah salah satu nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya. Namun, di balik nikmat tersebut, ada amanah besar yang harus dipikul. Dalam ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat mengingatkan bahwa ilmu tidak seharusnya menjadi alasan untuk menyombongkan diri, melainkan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memberi manfaat kepada sesama.

Ilmu Adalah Amanah, Bukan Alat untuk Kesombongan

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan bahwa ilmu adalah karunia yang diberikan kepada manusia sebagai bentuk petunjuk dan kebaikan. Allah berfirman:

“Dan tidaklah mereka diberi ilmu kecuali sedikit.” (QS. Al-Isra: 85)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa seberapa pun tingginya ilmu yang kita miliki, hakikatnya adalah sangat terbatas jika dibandingkan dengan ilmu Allah yang Maha Luas. Maka, tidak ada alasan bagi seseorang untuk merasa sombong dengan ilmu yang dimilikinya.

Ustadz Adi Hidayat juga menekankan bahwa ilmu adalah amanah. Seorang Muslim harus menggunakan ilmunya dengan bijak dan bertanggung jawab, serta menjauhi sifat sombong yang justru dapat menghilangkan berkah dari ilmu tersebut.

Kesombongan Adalah Sifat yang Dicela

Kesombongan adalah salah satu sifat yang paling dicela dalam Islam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” (HR. Muslim)

Hadis ini memberikan peringatan keras bagi siapa saja yang merasa sombong, termasuk sombong dengan ilmu yang dimilikinya. Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa kesombongan adalah penghalang terbesar untuk mendapatkan ridha Allah. Seorang yang sombong merasa dirinya lebih baik dan lebih tinggi dari orang lain, sehingga sulit baginya untuk menerima kebenaran atau nasihat dari orang lain.

Baca Juga:  Cara Meningkatkan Iman: Mengenal Nama dan Sifat-Sifat Allah SWT

Dalam konteks ilmu, kesombongan bisa muncul ketika seseorang merasa bahwa ilmu yang dimilikinya sudah cukup atau lebih baik daripada orang lain. Padahal, semakin banyak ilmu yang dimiliki seseorang, seharusnya semakin sadar ia bahwa masih banyak yang belum diketahuinya.

Teladan Nabi Musa dan Nabi Khidir

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam Al-Qur’an adalah salah satu pelajaran penting mengenai kerendahan hati dalam menuntut ilmu. Dalam QS. Al-Kahfi: 60-82, Allah SWT menceritakan perjalanan Nabi Musa yang diperintahkan untuk belajar dari Nabi Khidir. Meski Nabi Musa adalah salah satu nabi yang mulia dan diberikan wahyu, Allah mengajarkan kepadanya bahwa ada ilmu yang belum diketahuinya dan ia perlu belajar dari orang lain.

Ustadz Adi Hidayat menekankan bahwa kisah ini menjadi pelajaran bagi setiap Muslim bahwa setinggi apa pun ilmu yang dimiliki, tetaplah ada ilmu yang tidak diketahui. Oleh karena itu, sikap rendah hati dan mau belajar dari orang lain harus selalu ada dalam diri seorang penuntut ilmu.

Ilmu Sebagai Alat untuk Mendekatkan Diri kepada Allah

Dalam Islam, ilmu bukan hanya alat untuk meraih kesuksesan dunia, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam QS. Al-Mujadilah: 11, Allah berfirman:

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”

Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Namun, kedudukan tersebut bukan diberikan kepada mereka yang sombong dengan ilmunya, melainkan kepada mereka yang menggunakan ilmunya untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.

Ustadz Adi Hidayat menekankan pentingnya niat dalam menuntut ilmu. Ilmu harus dicari dan diamalkan dengan niat yang tulus untuk mendapatkan ridha Allah, bukan untuk mencari pujian, pengakuan, atau kekuasaan. Sebab, ilmu yang disertai kesombongan hanya akan menjauhkan seseorang dari rahmat Allah.

Baca Juga:  Jangan Mengandalkan Kecerdasanmu untuk Menyelesaikan Masalahmu

Manfaat Ilmu yang Diamalkan

Salah satu tanda bahwa ilmu seseorang diberkahi adalah ketika ilmu tersebut diamalkan dan memberi manfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)

Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa ilmu yang tidak diamalkan atau disampaikan kepada orang lain adalah ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmu seharusnya menjadi cahaya yang menerangi jalan orang lain, bukan hanya disimpan untuk diri sendiri. Seorang yang sombong dengan ilmunya akan cenderung enggan untuk berbagi ilmu atau bahkan merasa bahwa ilmunya terlalu tinggi untuk diajarkan kepada orang lain.

Oleh karena itu, ilmu harus dijadikan sebagai sarana untuk memperbaiki diri dan membantu orang lain. Dengan demikian, ilmu tersebut akan menjadi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya bahkan setelah seseorang meninggal dunia.

Pentingnya Tawadhu dalam Menuntut Ilmu

Tawadhu atau rendah hati adalah sikap yang harus dimiliki oleh setiap Muslim, terutama dalam menuntut ilmu. Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa tawadhu adalah kunci untuk mendapatkan keberkahan dalam ilmu. Seorang yang tawadhu akan selalu merasa bahwa ilmu yang dimilikinya masih kurang, sehingga ia terus berusaha belajar dan memperbaiki diri.

Sikap tawadhu juga akan membuat seseorang lebih mudah diterima oleh orang lain. Ilmu yang disampaikan dengan kerendahan hati akan lebih mudah diterima oleh orang yang mendengarnya, dibandingkan dengan ilmu yang disampaikan dengan kesombongan. Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang rendah hati karena Allah, maka Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim)

Penutup

Ilmu adalah nikmat dan amanah yang harus dijaga dengan baik. Kesombongan dalam ilmu hanya akan membawa pada kehancuran, sedangkan tawadhu dan kerendahan hati akan membawa pada keberkahan dan ridha Allah. Ustadz Adi Hidayat mengingatkan bahwa ilmu bukan untuk disombongkan, melainkan untuk diamalkan dan memberi manfaat bagi orang lain. Maka, marilah kita terus menuntut ilmu dengan niat yang tulus, rendah hati, dan selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui ilmu yang kita miliki.