Setiap Muslim tentu ingin merasakan nikmatnya keimanan — ketenangan hati, kedamaian jiwa, dan kebahagiaan sejati yang tidak bisa dibeli dengan harta apa pun. Namun, tidak semua orang bisa mencapainya. Dalam salah satu video pendeknya, Ustadz Khalid Basalamah menjelaskan bahwa Rasulullah ﷺ telah menyebutkan tiga golongan manusia yang benar-benar merasakan manisnya iman.
Keimanan bukan sekadar ucapan di lisan, tetapi keyakinan dalam hati dan pembuktian lewat amal perbuatan. Hanya mereka yang bersih hatinya dan tulus dalam beribadah kepada Allah yang dapat merasakan kenikmatan spiritual ini.
Ringkasan Ceramah Ustadz Khalid Basalamah
Dalam video tersebut, Ustadz Khalid Basalamah menukil hadits Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
“Tiga perkara, barang siapa yang terdapat pada dirinya tiga perkara itu, maka ia akan merasakan manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, (2) ia mencintai seseorang tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan (3) ia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam api.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Ustadz Khalid, hadits ini menggambarkan tiga karakter utama yang harus dimiliki seorang mukmin agar bisa menikmati kelezatan iman — yaitu cinta sejati kepada Allah dan Rasul-Nya, cinta karena Allah, dan kebencian terhadap kekufuran.
1. Mencintai Allah dan Rasul Melebihi Segalanya
Golongan pertama adalah mereka yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai pusat cinta dalam hidupnya. Segala keputusan, arah hidup, dan pilihan yang diambil selalu dikembalikan kepada ridha Allah.
Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.”
(QS. At-Taubah: 24)
Ayat ini menegaskan bahwa cinta kepada Allah dan Rasul adalah standar utama keimanan. Jika cinta dunia melebihi cinta kepada keduanya, maka iman seseorang dalam bahaya.
Ustadz Khalid menekankan, mencintai Allah berarti taat kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Mencintai Rasulullah berarti mengikuti sunnahnya, menjadikannya teladan, dan menjaga ajarannya dari penyimpangan.
2. Mencintai Seseorang Karena Allah
Golongan kedua adalah orang yang mencintai sesama hanya karena Allah. Ia tidak mencintai karena rupa, jabatan, atau keuntungan dunia, melainkan karena keimanan dan ketaatan seseorang kepada Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah berfirman pada hari Kiamat: ‘Di manakah orang-orang yang saling mencintai karena Aku? Hari ini Aku akan menaungi mereka di bawah naungan-Ku pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Ku.’”
(HR. Muslim)
Cinta karena Allah adalah cinta yang abadi. Tidak terikat oleh kepentingan dunia, dan tidak hilang karena perbedaan pandangan.
Ustadz Khalid menjelaskan, persaudaraan yang dibangun di atas dasar iman akan melahirkan kasih sayang sejati. Ketika mencintai seseorang karena Allah, kita akan menasihatinya saat ia salah, mendoakannya saat ia jauh, dan bersyukur atas kebaikannya tanpa iri hati.
Cinta seperti ini adalah cermin kebersihan hati dan tanda keimanan yang matang.
3. Membenci Kekufuran dan Kembali kepada Dosa
Golongan ketiga adalah mereka yang membenci kekufuran dan maksiat sebagaimana mereka benci dilemparkan ke dalam api neraka.
Ini bukan kebencian terhadap manusia, tetapi kebencian terhadap perbuatan yang menentang Allah.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan iman itu indah dalam hatimu dan menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan.”
(QS. Al-Hujurat: 7)
Seorang mukmin sejati tidak merasa nyaman ketika melihat maksiat. Ia akan menegur, mendoakan, dan berusaha menjauhkan diri darinya.
Ustadz Khalid menjelaskan bahwa rasa benci terhadap dosa adalah bukti hati masih hidup.
Sebaliknya, ketika dosa terasa biasa dan maksiat menjadi kebiasaan, itu pertanda iman sedang lemah.
Bagaimana Cara Merasakan Nikmatnya Iman
Ustadz Khalid Basalamah dalam penjelasannya menegaskan bahwa iman bukan hanya diucapkan, tapi harus diperjuangkan. Untuk mencapai nikmat iman, seorang Muslim harus:
- Menegakkan shalat dengan khusyuk.
Shalat adalah barometer iman. Semakin khusyuk seseorang dalam shalatnya, semakin dalam ia merasakan ketenangan batin. - Memperbanyak dzikir dan membaca Al-Qur’an.
Allah berfirman: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
(QS. Ar-Ra’d: 28) - Menjauhi dosa dan maksiat sekecil apa pun.
Dosa adalah penghalang utama yang membuat hati gelap dan iman terasa hambar. - Bersyukur atas nikmat iman.
Nikmat iman lebih besar dari nikmat harta atau kedudukan. Maka, jagalah dengan amal saleh dan doa agar Allah meneguhkannya di hati kita.
Buah dari Nikmat Iman
Ketika seseorang mencapai manisnya iman, hidupnya akan berubah. Ia tidak mudah goyah meski diuji, tidak iri meski kekurangan, dan tidak sombong meski diberi kelebihan.
Ia merasakan kedamaian karena yakin bahwa segala sesuatu datang dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
Hidupnya berorientasi pada ridha Allah, bukan pujian manusia.
Penutup
Ustadz Khalid Basalamah mengingatkan bahwa nikmat iman tidak diberikan kepada sembarang orang. Ia adalah anugerah yang diberikan kepada hamba-hamba yang tulus mencintai Allah, mencintai sesama karena Allah, dan membenci kekufuran dengan sepenuh hati.
Jika kita ingin merasakan manisnya iman, maka perbaikilah cinta kita — pastikan Allah dan Rasul-Nya yang pertama di hati.
