Diam sering kali dianggap sebagai sikap pasif atau tidak berdaya. Namun, dalam Islam, diam memiliki tempat istimewa dan merupakan salah satu ciri kebijaksanaan yang bisa membawa seseorang pada kehormatan dan disegani oleh orang lain. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri dalam kajiannya menjelaskan bahwa diam adalah salah satu cara untuk menunjukkan kematangan dalam berpikir, mengontrol emosi, serta menjaga kehormatan diri. Hal ini sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadis.
1. Makna Diam dalam Islam
Diam bukan berarti tidak peduli atau acuh tak acuh. Sebaliknya, diam dalam Islam adalah sikap penuh kesadaran, di mana seseorang memilih untuk menahan diri dari berkata-kata jika itu tidak membawa manfaat. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra: 36)
Ayat ini menunjukkan bahwa setiap kata dan tindakan kita akan dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, diam adalah bentuk kehati-hatian dalam menjaga lisan agar tidak melanggar syariat Allah.
2. Diam Adalah Emas: Keutamaan Menjaga Lisan
Rasulullah SAW menegaskan pentingnya menjaga lisan dalam banyak hadis. Salah satunya adalah sabda beliau:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa diam adalah pilihan terbaik ketika kita tidak bisa berkata-kata yang baik. Daripada mengucapkan kata-kata yang dapat menyakiti, lebih baik diam dan menjaga lisan. Dengan demikian, diam bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan dalam mengendalikan diri.
Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menjelaskan bahwa seseorang yang mampu mengontrol lisannya akan lebih disegani karena tidak mudah terpancing emosi atau terjerumus dalam perdebatan yang tidak bermanfaat. Orang yang bijaksana tahu kapan harus berbicara dan kapan harus diam, sehingga mereka lebih dihormati oleh orang lain.
3. Diam Sebagai Bentuk Kebijaksanaan
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT memberikan contoh tentang kebijaksanaan Nabi Musa AS yang memilih diam ketika menghadapi fitnah dan tekanan dari kaumnya. Nabi Musa lebih memilih untuk menyerahkan urusannya kepada Allah. Sikap ini menunjukkan bahwa diam bukanlah bentuk ketakutan, melainkan bentuk kebijaksanaan dalam menghadapi situasi sulit.
Rasulullah SAW juga memberikan contoh melalui diamnya beliau ketika menghadapi provokasi dari orang-orang musyrik. Dengan tidak menanggapi ejekan mereka, Rasulullah menunjukkan sikap mulia yang mengundang rasa hormat dari kawan dan lawan. Dalam situasi tertentu, diam adalah cara terbaik untuk menjaga martabat dan menghindari konflik yang tidak perlu.
4. Diam di Saat yang Tepat Menghindari Fitnah
Salah satu hikmah dari diam adalah terhindar dari fitnah. Dalam masyarakat, gosip dan fitnah sering kali timbul karena kata-kata yang tidak perlu diucapkan. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi)
Diam dalam situasi yang tidak memerlukan pendapat kita adalah bentuk menjaga diri dari terlibat dalam hal-hal yang bisa memicu fitnah. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menjelaskan bahwa orang yang sering kali berbicara tanpa berpikir matang cenderung lebih mudah terjerumus dalam dosa lisan, seperti ghibah (menggunjing) dan namimah (adu domba). Oleh karena itu, diam adalah langkah preventif untuk menjaga kehormatan diri dan orang lain.
5. Diam Menghantarkan pada Rasa Segan dan Hormat
Orang yang bisa mengendalikan lisannya dengan bijak akan lebih dihormati dan disegani oleh orang lain. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menjelaskan bahwa seseorang yang tidak mudah berbicara sembarangan, dan memilih waktu yang tepat untuk berbicara, akan mendapatkan penghargaan dari lingkungannya. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70)
Ayat ini menekankan pentingnya menjaga kualitas perkataan. Diam pada waktu yang tepat akan menjauhkan seseorang dari kesalahan, sementara berbicara dengan penuh hikmah pada saat yang diperlukan akan mendatangkan penghormatan. Orang yang jarang berbicara tetapi selalu memberikan ucapan yang bermakna cenderung disegani karena mereka dikenal bijak dan mampu berpikir sebelum bertindak.
6. Tanda Orang Bijak: Sedikit Bicara, Banyak Bertindak
Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menekankan bahwa dalam Islam, tindakan lebih penting daripada sekadar bicara. Orang yang banyak bicara tetapi sedikit bertindak tidak akan mendapatkan rasa hormat dari orang lain. Sebaliknya, orang yang diam tetapi bertindak nyata akan lebih disegani. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:
“Di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah ia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi)
Sikap diam di saat yang tepat menunjukkan kedewasaan dan kematangan seorang Muslim. Dengan menahan diri dari banyak bicara, seseorang lebih fokus pada tindakan nyata yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
7. Diam Sebagai Bentuk Pengendalian Diri
Pengendalian diri merupakan salah satu ciri orang yang beriman kuat. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri mengajarkan bahwa diam dalam situasi yang memancing emosi adalah bentuk pengendalian diri yang sangat dianjurkan dalam Islam. Allah SWT berfirman:
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (adalah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al-Furqan: 63)
Ayat ini menggambarkan orang-orang beriman yang tidak mudah terprovokasi oleh ucapan atau tindakan orang lain. Mereka lebih memilih diam atau berkata baik daripada membalas dengan kata-kata yang kasar. Dengan sikap ini, seorang Muslim akan lebih disegani oleh orang di sekitarnya karena menunjukkan pengendalian diri yang kuat.
Diam dalam Islam adalah sikap yang penuh dengan kebijaksanaan. Orang yang mampu mengendalikan lisannya akan lebih disegani dan dihormati. Diam adalah bentuk pengendalian diri, menghindari fitnah, serta menjaga kehormatan diri dan orang lain. Ustadz Muhammad Nurul Dzikri menjelaskan bahwa diam adalah pilihan yang lebih baik jika kita tidak bisa berkata baik, dan ini adalah salah satu ciri orang yang beriman. Melalui diam, seseorang bisa mencapai kehormatan dan rasa segan dari orang lain, sambil tetap menjalankan ajaran Islam dengan penuh kesadaran.