Marah adalah bagian dari emosi manusia. Namun, jika tidak dikendalikan, amarah dapat menjerumuskan seseorang pada perbuatan dosa, menyakiti orang lain, bahkan merusak hubungan sosial dan spiritual. Dalam Islam, mengendalikan amarah bukan hanya soal etika, tetapi juga bagian dari ibadah dan akhlak mulia. Ustadz Adi Hidayat, dalam salah satu ceramah pendeknya, menyampaikan kiat-kiat praktis dan spiritual dalam meredakan amarah berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis.
Marah Itu Fitrah, Tapi Harus Terarah
Allah menciptakan manusia dengan sifat dasar seperti cinta, sedih, takut, dan marah. Namun, Islam mengajarkan agar setiap emosi diarahkan sesuai syariat. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jangan marah.”
(HR. Bukhari)
Hadis ini bukan berarti kita tidak boleh marah sama sekali, tetapi menunjukkan pentingnya mengendalikan amarah. Sebab, marah yang tidak terkontrol bisa membuka pintu syaitan untuk membisiki keburukan.
Video Pendek Ustadz Adi Hidayat: 3 Langkah Redakan Amarah
Dalam video singkat berdurasi kurang dari 1 menit, Ustadz Adi Hidayat menjelaskan tiga langkah utama meredakan amarah:
- Diam – saat sedang marah, berhenti bicara. Karena ucapan saat emosi bisa menyakiti atau merusak.
- Berwudhu – amarah berasal dari api syaitan, dan wudhu memadamkan api itu.
- Mengubah posisi – jika sedang berdiri maka duduk, jika duduk maka berbaring. Ini menenangkan fisik agar emosi ikut mereda.
Ketiga langkah ini adalah bentuk penerapan langsung dari hadis Rasulullah ﷺ:
“Jika salah seorang di antara kalian marah dalam keadaan berdiri, maka hendaklah ia duduk. Jika belum reda juga, hendaklah ia berbaring.”
(HR. Abu Dawud)
Dan juga:
“Sesungguhnya marah itu dari syaitan, dan syaitan diciptakan dari api. Maka padamkanlah dengan air.”
(HR. Abu Dawud)
Keutamaan Menahan Amarah dalam Islam
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(QS. Ali ‘Imran: 134)
Ayat ini menunjukkan bahwa menahan amarah adalah perbuatan mulia yang disukai Allah. Bahkan dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang kuat bukanlah yang menang dalam gulat, tetapi orang yang mampu menahan dirinya saat marah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, kekuatan sejati dalam Islam bukan diukur dari fisik, melainkan kemampuan mengendalikan emosi.
Dampak Positif Menahan Amarah
Menahan amarah bukan berarti memendamnya secara tidak sehat, tetapi mengelola emosi dengan cara yang bijak dan Islami. Beberapa dampak positifnya antara lain:
- Hubungan sosial lebih baik, karena tidak mudah tersulut konflik.
- Kesehatan mental dan fisik lebih stabil, karena emosi tidak menguasai tubuh.
- Lebih mudah memaafkan, yang membuka pintu ampunan Allah.
- Menjadi panutan dalam keluarga dan masyarakat, karena mampu menjaga sikap dalam situasi sulit.
Tips Tambahan dari Ustadz Adi Hidayat
Selain langkah praktis tadi, Ustadz Adi Hidayat juga sering menekankan pembentukan karakter melalui dzikir dan ilmu. Orang yang rajin dzikir dan memahami ilmu agama akan lebih mudah mengontrol diri.
“Orang yang marah karena kebodohan, bisa menghancurkan banyak kebaikan. Tapi orang yang paham agama, dia tahu kapan harus tegas, kapan harus diam.”
Maka penting bagi setiap Muslim untuk meningkatkan pemahaman agama, bukan hanya sekadar menjalankan ibadah fisik, tapi juga membina akhlak dan kejiwaan.
Solusi Saat Marah Terlanjur Meledak
Bagaimana jika amarah sudah terlanjur keluar? Islam tetap memberi solusi:
- Segera istighfar – memohon ampun atas emosi yang tak terkendali.
- Minta maaf – kepada orang yang telah tersakiti.
- Evaluasi diri – agar ke depan lebih siap menghadapi pemicu kemarahan.
“Sesungguhnya kebaikan akan menghapus keburukan.”
(QS. Hud: 114)
Artinya, amarah yang sudah terlanjur keluar bisa ditebus dengan kebaikan dan taubat yang sungguh-sungguh.
Penutup: Umat Islam dan Tantangan Mengelola Emosi
Di zaman penuh tekanan seperti sekarang, tantangan terbesar umat bukan hanya menjaga ibadah, tapi juga mengendalikan emosi dalam kehidupan sehari-hari. Marah itu manusiawi, tapi membiarkannya menguasai diri adalah kerugian besar.
Belajarlah dari teladan Rasulullah ﷺ yang meskipun dihina, difitnah, bahkan dilempari batu, tetap bersabar dan mendoakan umatnya. Dengan ilmu, dzikir, dan latihan mengendalikan diri, insyaAllah kita bisa menjadi pribadi yang lebih tenang, kuat, dan dicintai Allah.
